Dengan bermodalkan sedikit, mereka mengharapkan keuntungan yang lumayan, tanpa memikirkan dampak atau akibat atas perbuatan mereka tersebut terhadap para konsumen.
Penggunaan boraks sebagai bahan makanan sebenarnya telah dilarang oleh Pemerintah sejak Juli 1979, hal tersebut dimantapkan kembali dengan SK Menteri Kesehatan RI No 733/Menkes/Per/IX/1988.
Boraks tidak aman untuk dikonsumsi sebagai makanan, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta merta berakibat buruk terhadap kesehatan, tetapi apabila boraks masuk ke dalam tubuh manusia, maka akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh manusia secara kumulatif.
Dan akibat/efeknya akan dirasakan di kemudian hari.
Dampak karena seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal.
Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian.
Boraks biasanya dipakai dalam pembuatan makanan berikut ini: kerupuk beras, sebagai komponen pembantu pembuatan gendar (adonan calon kerupuk), mi, lontong (sebagai pengeras), ketupat (sebagai pengeras), bakso (sebagai pengawet dan pengeras), kecap (sebagai pengawet)
Pedagang bubur ayam keliling yang sempat diliput oleh stasiun TV tersebut, menjelaskan bagaimana cara dia membuat buburnya dengan menggunakan boraks tersebut, juga mengakui bahwa memang sengaja memasukkan boraks tersebut ke dalam adonan buburnya saat dimasak.
Untuk ukuran beras 2 kg, maka boraks yang dimasukkan sebanyak 1/2 sendok makan ke dalam adonan buburnya, kemudian ditambahkan garam dan vetsin.
Dia mengakui tidak mengetahui adanya bahaya yang mengancam tubuh manusia bila terus menerus mengkonsumsi bubur yang dicampuri boraks.
KOMENTAR