Semua pasien yang menjadi partisipan dalam penelitian ini kemudian dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama diberikan terapi standar, yakni hidroklorokuin 2x200 miligram (mg), injeksi azitromisin 1x500 mg, oseltamivir 2x75 mg, injeksi levofloxacin 750 mg, dan Onoiwa MX. Suplemen tersebut diberikan sebanyak 3 kali sehari selama 7 hari.
Sedangkan kelompok pasien kedua diberikan hidroklorokuin 2x200 mg, azitromisin 1x500 mg, oseltamivir 2x75 mg, injeksi levofloxacin, ditambah kontrol 750 mg sebagai plasebo sebanyak 3 kali sehari selama 7 hari.
Tanda-tanda klinis dan vital pada pasien diperiksa sebelum dan sesudah perawatan untuk mengetahui efektivitas terapi.
Gejala klinis dipantau lewat tes darah lengkap, nilai protein C-reaktif, dan nilai D-dimer.
Menurut Pedoman Tatalaksana Penanganan Pasien Covid-19, peningkatan nilai D-dimer pada pasien dapat memicu infeksi berkelanjutan hingga meningkatkan mortalitas.
Hasil penelitian itu menunjukkan, kombinasi albumin dalam ekstrak ikan gabus, ekstrak temulawak, dan daun kelor sebagai pendamping terapi Covid-19 mampu mengurangi parameter gejala klinis dan nilai D-dimer.
Kombinasi ketiganya dapat menghambat laju virus ke dalam sel dan lebih tepat dalam menargetkan obat kepada sel.
Sementara temulawak dapat menetralkan aktivitas virus dan daun kelor menopang imunitas tubuh.
“Kami berkomitmen akan terus melakukan penelitian dengan memanfaatkan kekayaan alam asli Indonesia dan mendukung peningkatan ekonomi dengan menjadikannya obat natural yang siap bersaing di pasar global,” ujar Edward.
Hingga saat ini, obat untuk Covid-19 masih belum ditemukan.
Terapi yang saat ini digunakan, termasuk antivirus dan antibiotik, hanya berfungsi sebagai pereda gejala.
Begitu juga dengan albumin oral, diberikan bukan sebagai obat melainkan suplemen.
Penulis | : | Virny Apriliyanty |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR