Menurut Feri, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden.
Hal itu tertuang dalam Undang-undang tentang MA dan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman.
"Pasal 31 UU MA menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat."
"Artinya dia tidak dapat digunakan lagi, termasuk tidak boleh dibuat lagi," ujar Feri.
Feri mengatakan bahwa putusan MA bernomor 7/P/HUM/2020 itu pada pokoknya melarang pemerintah menaikkan iuran BPJS kesehatan.
Oleh karenanya, sekalipun kenaikan iuran BPJS yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 nominalnya sedikit berbeda dengan kenaikan sebelumnya.
Langkah presiden menaikkan iuran BPJS tetap tidak dapat dibenarkan.
"Seberapapun jumlah (kenaikan iuran)-nya, maka tidak benar kenaikan (iuran) BPJS," ujar Feri.
Justru, Feri menilai, Jokowi sengaja membuat bunyi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 sedikit berbeda dari Perpres sebelumnya sebagai dalih agar Perpres ini tidak dinilai bertentangan dengan putusan MA.
Padahal, hal itu merupakan upaya penyelundupan hukum.
"Mungkin di sana upaya main hukumnya. Dengan demikian presiden bisa beralasan bahwa perpres ini tidak bertentangan dengan putusan MA," kata Feri.
Trik Menghilangkan Henna di Kulit Lebih Cepat, Gosok dengan 1 Bahan di Dapur Ini
Source | : | jogja.tribunews.com |
Penulis | : | Siti Afifah |
Editor | : | Siti Afifah |
KOMENTAR