Hidup dan Makan Di Penjara Selama 19 Tahun, Seorang Pria Justru Mendapat 76 Miliar Rupiah!
SajianSedap.com - Pria ini telah hidup dan makan di penjara selama 19 tahun.
Kini ia pun justru mendapat 76 miliar rupiah.
Ternyata ini yang jadi penyebabnya.
Seorang pria Australia yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 1995 atas pembunuhan seorang perwira polisi berpangkat tinggi.
Namun pria bernama David Eastman itu dibebaskan 19 tahun kemudian, setelah muncul keraguan atas bukti-bukti dalam kasus pembunuhan itu.
Kasus pembunuhan asisten komisioner Kepolisian Federal Australia, Colin Winchester itu dibuka kembali pada 2013 setelah adanya keterangan baru mengenai bukti-bukti dari sidang di tahun 1990-an, yang membuat Eastman divonis bersalah.
Pemerintah negara bagian khusus ibukota Canberra (ACT) telah menawarkan ganti rugi sebesar 3,6 juta dolar Australia atau sekitar Rp 34 miliar, namun Eastman menolak dan meminta kompensasi minimal 18 juta dolar Australia (sekitar Rp 171 miliar).
Namun akhirnya hakim pengadilan di Canberra, Michael Elkaim, pada Senin (14/10/2019) hanya memutuskan ganti rugi sebesar 7,02 juta dolar Australia atau sekitar Rp 76 miliar kepada Eastman.
Dalam pertimbangannya, Hakim Elkaim merujuk kesulitan yang dialami Eastman selama di penjara, termasuk pelecehan dari sesama narapidana.
Baca Juga: Ala Ritus Restaurant: When You Need A Place With The Right Surprise
Eastman mengaku telah kehilangan kesempatan untuk memiliki keluarga dan berkarier.
Ibu dan dua saudaranya pun telah meninggal saat dirinya mendekam di penjara.
Pengacara Sam Tierney yang mewakili Eastman mengatakan kliennya lega dan menerima baik keputusan ini.
"Eastman mengungkapkan keinginannya untuk melanjutkan kehidupannya," ujarnya.
Dinyatakan tidak bersalah
Selama mendekam di penjara, Eastman tetap berjuang secara hukum, termasuk di Mahkamah Agung, untuk membuktikan dirinya tak bersalah.
Upayanya membuahkan hasil pada 2014 ketika dibentuk majelis untuk memeriksa kembali kasus pembunuhan itu di Mahkamah Agung ACT, dipimpin Hakim Brian Martin.
Pembentukan majelis itu dipicu klaim adanya bukti baru dari seorang teman Eastman, yang mengaku bisa menjelaskan bagaimana residu tembakan dapat masuk ke mobil Eastman saat kejadian pembunuhan.
Teman yang bernama Benjamin Smith itu mengaku telah menembak kelinci milik Eastman sebelumnya, tanpa sepengetahuan Eastman.
Dia juga mengatakan, pada hari terjadinya pembunuhan Komisioner Winchester, Eastman terlibat percakapan panjang dengan ibunya.
Bukti berupa partikel berwarna hijau, rata, yang ditemukan di dalam mobil menjadi kunci dalam persidangan Eastman pada 1995.
Bukti itulah yang digunakan jaksa untuk mengaitkannya dengan TKP.
Namun dalam sidang ulang kasus ini, Hakim Martin menolak penjelasan Smith mengenai bukti kunci tersebut, menyebutnya tidak memiliki kredibilitas.
Meski demikian, keterangan Smith ini telah membuka penyelidikan baru yang kemudian menemukan kelemahan pada bukti kunci yang digunakan untuk menghukum Eastman pada 1995.
Hal lain yang menguatkan kelemahan dalam bukti kunci itu adalah pernyataan saksi utama dalam penyelidikan kasus ini, yaitu seorang ilmuwan forensik bernama Robert Collins Barnes.
Ketika tampil bersaksi di pengadilan, Barnes ditanyai mengenai partikel residu tembakan secara terperinci.
Pemeriksaan ulang menyimpulkan bahwa kedua TKP, yaitu lokasi pembunuhan di halaman rumah Komisioner Winchester dan mobil Eastman, tidak dapat dikaitkan secara positif.
Residu tembakan yang ada di mobil Eastman, katanya, hanyalah merupakan bukti sirkumstansial.
"Jelas bahwa saksi Barnes tidak mungkin melakukan analisis organik yang menjadi dasar pendapatnya," kata Hakim Martin.
Hakim pun menyimpulkan telah terjadi kesalahan hukum dan merekomendasikan agar hukuman Eastman segera dibatalkan.
Hakim ini mengaku dirinya yakin bahwa Eastman telah melakukan kejahatan, namun ada keraguan yang mengganggunya.
Karena itu, dia pun memutuskan untuk digelarnya persidangan ulang kasus pembunuhan ini.
Sidang Ulang Terakhir Dalam persidangan ulang kasus ini, terdakwa Eastman terus melakukan perlawanan hukum.
Sidang ulang itu sendiri sempat tertunda karena Eastman keberatan dengan Hakim Anthony Whealy asal New South Wales yang ditunjuk untuk menangani kasus ini.
Pada Juni 2018, sidang kedua akhirnya dimulai dan berlangsung enam bulan, dengan dipimpin Hakim Murray Kellam asal Victoria.
Pihak jaksa penuntut umum (JPU) tetap pada tuntutan bahwa Eastman bersalah dalam pembunuhan Komisoner Winchester, yang dibuktikan dengan bukti forensik yang valid.
Bahkan pihak JPU menggunakan teknologi baru untuk membuktikan jenis senjata yang digunakan dalam pembunuhan itu.
Penuntutan yang diajukan Jaksa Murugan Thangaraj sangat rapi dan berusaha meyakinkan para juri bahwa tidak mungkin ada orang lain yang membunuh Winchester.
Tapi pengacara Eastman, George Georgiou, yang akhirnya memenangkan persidangan.
Setelah mengajukan teori alternatif bahwa pembunuhan lebih cenderung dilakukan kejahatan terorganisir.
Satu-satunya saksi yang mungkin bisa membuka kasus ini, yakni pria yang menjual senjata beberapa hari sebelum pembunuhan, telah meninggal tanpa menunjuk Eastman.
Para juri pun menyimpulkan bahwa Eastman tidak bersalah.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dinyatakan Tak Bersalah Usai Dipenjara 19 Tahun, Pria Australia Ini Dapat Kompensasi Rp 76 Miliar"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Raka |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR