SajianSedap.com - Pedagang Pasar Tanah Abang kini semakin resah.
Para pedagang mengaku dagangannya makin sepi saat kehadiran media sosial seperti TikTok.
Banyak masyarakat yang memilih untuk membeli barang yang ia inginkan seperti pakaian secara daring.
Ditambah lagi kini semakin banyak influencer dan artis yang berdagang pada platform media sosial ini.
Melansir Kompas.com, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Teten Masduki sudah melihat dan mendengar sendiri kondisi Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang lengang.
Teten sempat berbincang dengan para pedagang saat mengunjungi Blok A Pasar Tanah Abang. Di sana, ia mendengar banyak keluhan dari pedagang.
Menurut Teten, babak belurnya pedagang Pasar Tanah Abang tak lepas dari gempuran produk impor yang harganya jauh lebih murah.
Padahal, kualitas produk Indonesia tak kalah baiknya.
"Ini memang ada arus barang yang masuk ke Indonesia, consumer goods yang sangat murah," ucap Teten saat mengunjungi Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2023).
"Sehingga, produk lokal tidak bisa bersaing baik di offline (luring) maupun online (daring). Ini sangat murah, enggak masuk akal," ucap Teten menambahkan.
Teten tak menampik bahwa penjualan produk impor secara online semakin gencar itu dipengaruhi oleh sosok pemengaruh atau influencer maupun kalangan selebritas.
Baca Juga: Bukan Hanya Nasi Tumpeng Kuning, 7 Kuliner Nusantara Ini Juga Identik dengan Hari Kemerdekaan RI
"Memang banyaklah influencer, figur di kalangan artis medsos, yang punya follower banyak, mempromosikan produk dari luar," ucap Teten.
Sejak lama daerah Tanah Abang juga dikenal akan kulinernya yang khas.
Bahkan beberapa diantaranya termasuk legendaris, loh.
Salah satunya Warung Padang tertua di Jakarta ini.
Warung Padang yang dimaksud adalah RM Pondok Djaja.
Ketika masuk, calon pembeli langsung disuguhi sejumlah lauk di meja kasir. Ada rendang, sayur daun pepaya dan nangka, hingga telur balado.
Di sebelah kanan, di balik etalase, lauk yang tersaji lebih lengkap. Tidak banyak meja atau kursi di rumah makan itu.
Namun, siapa sangka, tempat usaha itu merupakan salah satu rumah makan Padang tertua di Jakarta.
Namanya RM Pondok Djaja, yang berdiri lebih dari setengah abad di Ibu Kota.
Berpindah-pindah tempat Marjuki (60), generasi kedua dari pemilik RM Pondok Djaja, mengatakan bahwa orangtuanya mulai membuka warung itu pada 1969.
RM Pondok Djaja pertama kali didirikan di Jalan Krekot Bunder, Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Baca Juga: 5 Tempat Makan Legendaris Di Kota Medan Ini Bikin Tak Cukup Datang Sekali Saja
"Itu kami mulai merintis, dari transportasinya pakai becak, bemo, sampai sekarang sudah modern," kata Marjuki
Lima tahun kemudian, gerai berpindah ke Jalan Hayam Wuruk, Gambir, Jakarta Pusat.
"Di Hayam Wuruk sekitar 30 tahun. Setelah itu baru pindah ke Jalan KH Wahid Hasyim. Di sini hampir lebih kurang 10 tahun ya," ujar Marjuki.
Selama lebih dari setengah abad, RM Pondok Djaja hanya memiliki satu koki atau peracik makanan, yakni istri dari Sjoffian, pemilik pertama dari gerai tersebut.
Selama lebih dari setengah abad, RM Pondok Djaja melewati berbagai krisis, yang paling terbaru adalah pandemi Covid-19.
"Awal-awal Covid-19 itu kami mulai merasa ya. Enggak boleh makan di tempat, orang-orang takut keluar rumah," tutur Marjuki.
Marjuki mengatakan, omzetnya menurun sekitar 30-40 persen akibat pandemi.
Namun, hal terpenting menurut Marjuki, RM Pondok Djaja tidak pernah mengurangi karyawan selama masa krisis itu.
"Itu yang penting kami bisa bertahan, dan karyawan enggak ada yang kami kurangin. Menurun (omzetnya) sudah pasti lah," ujar Marjuki.
Sebelum pandemi, masakan disajikan dalam banyak menu seperti masakan padang pada umumnya.
Namun, usai pandemi, penyajiannya tergantung pesanan dari pembeli.
Krisis lain yang diingat Marjuki terjadi pada 1998. Selama beberapa hari, kala kerusuhan mencapai titik puncak, gerainya sempat tutup.
"Peristiwa 1998 kami masih di Hayam Wuruk, sudah pasti kami enggak buka. Kami juga kan takut," kata dia.
Dan yang terpenting, selama ini, RM Pondok Djaja tak pernah bekerja sama dengan aplikasi online atau daring.
Sebab, kerja sama itu dikhawatirkan akan mengubah harga maupun porsi makanan.
"Alasan kami enggak kerja sama biar asli. Nanti porsinya dikurangin atau harganya ditambah kalau kerja sama. Biar pembeli datang ke sini saja," kata Marjuki.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pedagang Pasar Tanah Abang "Babak Belur" karena Sepi Pembeli, Menteri Teten: Murahnya Produk Impor Tidak Masuk Akal" dan "RM Pondok Djaja, Rumah Makan Padang Tertua di Jakarta dan Upaya Menjaga Rasa serta Keotentikan"
KOMENTAR