Namun, usai pandemi, penyajiannya tergantung pesanan dari pembeli.
Krisis lain yang diingat Marjuki terjadi pada 1998. Selama beberapa hari, kala kerusuhan mencapai titik puncak, gerainya sempat tutup.
"Peristiwa 1998 kami masih di Hayam Wuruk, sudah pasti kami enggak buka. Kami juga kan takut," kata dia.
Dan yang terpenting, selama ini, RM Pondok Djaja tak pernah bekerja sama dengan aplikasi online atau daring.
Sebab, kerja sama itu dikhawatirkan akan mengubah harga maupun porsi makanan.
"Alasan kami enggak kerja sama biar asli. Nanti porsinya dikurangin atau harganya ditambah kalau kerja sama. Biar pembeli datang ke sini saja," kata Marjuki.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pedagang Pasar Tanah Abang "Babak Belur" karena Sepi Pembeli, Menteri Teten: Murahnya Produk Impor Tidak Masuk Akal" dan "RM Pondok Djaja, Rumah Makan Padang Tertua di Jakarta dan Upaya Menjaga Rasa serta Keotentikan"
Trik Menghilangkan Henna di Kulit Lebih Cepat, Gosok dengan 1 Bahan di Dapur Ini
KOMENTAR