Pasal 20 disebutkan dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, anak tetap diajukan ke sidang anak.
Pasal 21 ayat 1 dijelaskan bahwa dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk :
- Menyerahkan kembali kepada orang tua/wali;
- atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
Pasal 32 menjelaskan bahwa penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan atau lembaga bahwa anak tidak melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.
Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
a. anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan
Baca Juga: Viral Penampilan Menteri PUPR Basuki Hadimulyono, Diam-diam Punya Anak yang Punya Prestasi Mentereng
b. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.
Pasal 70 menjelaskan bahwa ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
Dari uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan usia anak, berat ringannya perbuatan melawan hukum dapat dijadikan pertimbangan bahwa anak tersebut dipidana atau tidak.
Kasus anak biasanya bisa dilakukan penyelesaian dengan Diversi terlebih dahulu tetapi juga melihat ancaman hukumannya kalau menurut UU SPPA ancaman hukumannya dibawah 7 (tujuh) tahun.
Hal yang samalah yang nampaknya juga diaplikasikan pada hukuman untuk 6 pelajar di Tapanuli Utara ini.
Mengingat pelaku merupakan pelajar yang masih di bawah umur, pihak kepolisian kemudian berkoordinasi dengan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) untuk pemeriksaan lanjutan.
"Untuk saat ini kami sudah berkoordinasi dengan BAPAS dan BAPAS bersiap untuk mendampingi pemeriksaan pada hari Selasa karena hari ini masih berada di luar kota dan Senin ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan," ucap AKBP Imam.
Imam menambahkan, petugas juga masih melengkapi berkas berkas agar kasus tersebut bisa dilanjutkan ke pengadilan.
"Jadi rencananya kami akan menyerahkan dulu kepada orang tua, tokoh masyarakat, kepala sekolah mereka, dan juga Dinas Pendidikan, untuk melaksanakan pembinaan karakter, selama kami melaksanakan proses pemberkasan perkara," bebernya.
Sembari menunggu pendampingan BAPAS, pihak kepolisian hari minggu (20/11/2022) kemarin juga mengundang para orang tua pelaku, tokoh masyarakat, pihak SMK tempat pelajar bersekolah dan juga kepala cabang Padangsidimpuan dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara.
"Tadi pagi sampai siang kami melaksanakan koordinasi di antara mereka dan setelah memberikan statement masing-masing, karena sifatnya anak dan atensi perkara harus didampingi dengan BAPAS sehingga kami hari ini kami serahkan dulu kepada orang tua dan juga kepada pihak sekolah," terang dia.
Untuk saat ini, semua pelaku masih dimintai keterangan sebagai saksi.
"Kita masih belum bisa menentukan pelaku dan bagaimana konstruksi perkaranya, sehingga semuanya kita akan melakukan pemeriksaan dan harus didampingi oleh petugas dari BAPAS," tandas dia.
Penulis | : | Virny Apriliyanty |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR