SajianSedap.com – Mendengar kata ikan goreng, pasti akan terbayang makanan yang sangat lezat.
Ikan goreng adalah salah satu hidangan sehari-hari yang dapat kita temui.
Berbagai jenis ikan dapat dinikmati sebagai ikan goreng.
Rasanya yang gurih dan juga lembut membuat ikan goreng menjadi salah satu menu andalan kita.
Nah bagi pecinta ikan goreng, Anda sebaiknya waspada.
Bukannya menakut-nakuti, tapi ikan goreng nggak bisa sembarangan dimakan begitu saja lho.
Sase Lovers jangan sekali-kali makan ikan goreng dengan 2 bahan ini ya.
Efeknya bisa bikin bolak-balik rumah sakit seumur hidup.
Hi ngeri, apa saja ya bahannya?
Baca Juga: Kaum Menteng, Lesser-Known Traditional Foods From Rural Indonesia Get Spotlight They Deserve
1. Sambal dengan Terasi Oplosan
Ya, ikan goreng paling sering ditemani dengan sambal terasi nikmat.
Rasanya, keduanya sudah jadi teman baik sejak lama.
Tapi, tahukah kamu kalau sambal terasi bisa jadi berbahaya kalau kita tak tahu asal muasalnya?
Soalnya, belakangan banyak ditemukan terasi oplosan yang berbahaya banget bagi tubuh.
Tahun 2017 lau, Kepala UPT Pasar Sungailiat, Ahmad Suherman menemukan peredaran terasi berbahaya di pasar-pasar tradisional.
Seperti terasi yang mengandung zat pewarna berbahaya Rhodamin B yang mereka temukan dari hasil pemeriksaan sampel, Selasa (29/8/2017) di UPT Pasar Sungailiat.
Ternyata, terasi tersebut mengandung zat pewarna berbahaya Rhodamin B.
Pedagang menambahkan zat pewarna ini supaya tampilan terasi lebih menarik, merah merona dan terlihat segar.
Baca Juga: Resep Ikan Fillet Saus Rempah, Menu Sahur Kilat Dan Sedap yang Bisa Langsung Hilangkan Kantuk!
Padahal seperti kita ketahui, Rhodamin B merupakan pewarna pakaian yang berbahaya sekali kalau sampai termakan dan tertelan.
Nah, terasi dengan pewarna ini sebenarnya mudah kita kenali bedanya.
Di antaranya adalah tekstur terasi tersebut kasar, pewarna merahnya tidak merata, berwarna merah mencolok, dan keras.
"Kalau dari udang kan lembut tidak keras seperti ini. Ini ada sisik-sisik ikan di produk terasinya. Diragukanlah dia menggunakan bahan udang. Produknya juga menggunakan zat pewarna. Kalau aslinya mungkin berwarna hitam, pucat tapi karena ini pakai zat pewarna menjadi merah, warnanya biar menarik," ungkap Suherman kepada bangkapos.com.
Sedangkan produk terasi yang sudah lama tidak terjual tersebut berwarna coklat dimana zat pewarnanya sudah pudar dan terasinya mengeras.
"Keras untuk melempar kaca pecah ini," kata Suherman sambil memegang terasi berhodamin yang sudah lama.
Karena itu, proses pemilihan terasi juga penting Anda lakukan di pasaran, lo.
Terasi yang baik kualitasnya, pasti membuat masakan jadi semakin meningkat cita rasanya.
Terasi yang berkualitas baik adalah terasi yang aromanya segar.
Artikel berlanjut setelah video berikut.
Baca Juga: Resep Sambal Bajak Ikan Gabus Asin, Menu Pelengkap Tradisional yang Bikin Lidah Selalu Bergoyang
Kalau terasi udang, aroma udangnya juga harus terasa.
Dari sudut penampilan, warnanya terlihat alami, agak kusam dan tidak warna merah cerah.
Warna terasi yang terlalu cerah bisa merupakan tanda bahwa warnanya tidak alami.
Warna masakan pun terkadang menjadi tidak cerah atau kusam karena pemakaian terasi yang tidak baik.
Pertimbangan lain dalam memilih terasi, terasi harus kering, tidak basah.
Terasi yang basah akan mudah tercemar jamur dan aman untuk dimakan.
2. Lalapan yang Tak Dicuci
Makan lalapan memang menyehatkan.
Tapi coba deh lihat lagi kalau di pecel lele, apakah lalapannya pasti dicuci oleh penjual?
Apa langsung disajikan begitu saja setelah dibeli dari pasar?
Soalnya, lalapan yang tidak dicuci ternyata berbahaya banget untuk tubuh, lo.
Hal tersebut lantaran ada kemungkinan telur cacing yang menempel pada sayuran yang tidak cuci.
Hebert Adrianto, Dosen Parasitologi dari Universitas Ciputra pernah melakukan riset pustaka tentang penularan cacing melalui sayuran terhadap 4 jurnal Indonesia dan 22 jurnal internasional yang terbit dalam empat tahun terakhir, serta referensi yang relevan.
Selain Indonesia dan Malaysia, jurnal-jurnal tersebut juga memuat hasil riset dari Iran, Mesir, Sudan, Ethiopia, Vietnam, Pakistan, dan Nigeria.
Dari riset pustaka itu, Hebert Adrianto mendapatkan informasi bahwa setidaknya ada telur 16 spesies cacing yang ditemukan di berbagai macam sayuran di negara-negara tersebut.
Lalapan bisa menjadi medium penularan telur cacing ke manusia.
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, infeksi cacing merupakan masalah kesehatan yang serius dan belum diselesaikan tuntas.
World Health Organization (WHO) menyatakan telur cacing selain ditularkan melalui tanah yang menempel di tangan dan tidak dicuci bersih juga dapat ditularkan melalui sayur yang tidak dimasak, dimakan mentah (lalapan), dan tidak dicuci bersih.
Artikel berlanjut setelah video berikut.
Infeksi cacing STH dapat menyebabkan gejala nyeri perut, mual, hilang nafsu makan, diare, dan anemia.
Bila dibiarkan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak dan turunnya status gizi.
Pada kasus fatal infeksi askariasis, cacing dewasa Ascaris dalam jumlah banyak dapat memenuhi isi usus dan dapat keluar melalui mulut atau anus.
Upaya mencegah cemaran telur cacing di sayur harus segera kita lakukan karena sayur menu makanan kita sehari-hari.
Apalagi iklim di Indonesia strategis untuk tumbuhnya parasit cacing.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia perlu diajak bersama dalam program memutus penularan telur cacing melalui sayuran.
Cara mencuci sayur untuk menghilangkan kontaminasi telur cacing adalah mencuci sayur dengan air yang mengalir (kran) dan mencucinya lembar per lembar.
Cara mencuci yang harus dihindari adalah mencucinya di baskom karena ada risiko telur cacing di dalam air akan menempel di sayuran lain yang akan dicuci.
Sayur juga harus dicuci lembar demi lembar daun karena pengalaman Hebert Adrianto pernah menjumpai tanah menempel di sela-sela daun.
Artikel ini pernah tayang di Sajian Sedap dengan judul Tanpa Sadar Membunuhmu, Tolong Jangan Lagi Makan Ikan Goreng Ditambah 2 Bahan Ini Kalau Masih Sayang Nyawa, Jadi Favorit tapi Mematikan
Penulis | : | Laksmi Pradipta Amaranggana |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR