Adapun minumannya terdapat kopi dan serabi serta puthu sebagai makanan pendamping.
Penyebutan kata puthu juga muncul di sekitar lokasi serupa, Desa Wanamarta.
Disebutkan dua orang Nyai yakni Nyai Daya dan Nyai Sumbaling mempersiapkan kudapan setelah shalat Subuh.
Di hidangan tersebut terhidang gemblong, ulen-ulen, lempeng, serabi, puthu, jadah, jenang, dendeng balur, dendeng gepuk, pisang bakar, kupat, balendrang, jenang grendul, pisang raja dan wedang bubuk.
Namun sejak pemerintah Belanda masih menjajah di negara kita kue mungil ini disebut juga sebagai Putu Belanda.
Ada satu yang menarik dari kue putu yakni bunyi yang dihasilkan dari proses penyajiannya.
Bunyi yang khas
Penjual kue putu biasanya mengeluarkan suara yang khas yakni seperti siulan yang tak henti.
Suara itu berasal dari uap kue putu yang melewati celah kecil cetakan kue yang terbuat dari bambu.
Jika pada umumnya kue dikukus atau dipanggang, kue putu justru ditempatkan di dalam sebuah potongan bambu dan dikukus dengan cara ditempatkan di lubang-lubang yang ada di wadah pengukusnya.
Source | : | tribunnews,Bobo.grid.id |
Penulis | : | Raka |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR