SajianSedap.grid.id - Bayi usia 6-12 bulan yang sudah terlanjur mengenal rasa gula dan garam dalam MPASI-nya, biasanya cenderung menginginkan makanan serupa.
Artinya, bayi akan adiktif dengan perasa gula dan garam.
Padahal, penggunaan perasa seperti gula dan garam dalam MPASI ini kenyataanya tidak dianjurkan oleh banyak pakar dan ahli pediatrik (dokter anak).
WHO (World Health Organization) dalam jurnal berjudul "Infant and young child feeding, model chapter for textbooks for medical students and allied health professionals" 2009 mengatakan, jika pemberian gula dan garamdalam MPASI tidak dianjurkan.
(Baca juga: Tampil Bugar Meski Sudah Berumur, Lakukan 5 Hal ini Sekarang Juga!)
BACA JUGA: Kebiasaan Ini Bikin Ginjal Bermasalah! No 5 Sering Moms Lakukan
Tapi bagi sebagian orangtua, memberi perasa gula dan garam dalam MPASI nya dengan tujuan membuat Si Kecil giat makan.
Menurut dr. Windhi Kresnawati, SpA.,yang aktif di Yayasan Orangtua Peduli juga milissehat.web.id, gula dan garam tidak memberikan nutrisi yang dibutuhkan anak.
"Gula dan garam tidak dianjurkan, karena lebih banyak risikonya daripada manfaatnya, jadi tujuannya hanya sebagai taste saja, tidak ada nutrition value-nya," ujar Windhi melalui pesan WhatsApp.
Mungkin karena itu, tidak sedikit orangtua merasa khawatir untuk mengenalkan gula dan garam terlalu dini untuk anaknya.
Rata-rata orangtua takut anaknya mengalami fungsi ginjal terganggu, perkembangan otak terganggu, hingga takut anaknya akan terkena penyakit degeneratif, seperti hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal.
(Baca juga: Dengan Resep Teruji ini, Tom Yam Soup Buatan Kita Pasti Enak)
(Baca juga: Duh, Kesalahan Makan Buah Ini Sering Kita Lakukan, Bikin Repot Sendiri)
Ketakutan atau kekhawatiran ini memang benar Moms.
Jika sejak bayi sudah dikenalkan dengan perasa gurih (perpaduan manis dan asin) ia akan addict dengan makanan seperti itu.
Sedangkan risikonya seperti yang disebutkan diatas, bukan tidak mungkin Si Kecil mendapati penyakit serius saat dewasa.
Tentu Moms tidak ingin hal tersebut terjadai pada Si Kecil bukan, sekarang ataupun saat dia dewasa.
Mari kita lihat bagaimana risiko tersebut bisa terjadi.
Fungsi ginjal terganggu
Fungsi ginjal bayi yang belum sempurna akan kesulitan mencerna sodium dari garam yang ia makan.
Apalagi jika dikonsumsi terlalu banyak. Lambat laun ginjal yang terlalu berat bekerja ini akan rusak, dan tidak bisa berfungsi lagi.
(Baca juga: Ini Dia Rahasia Ayam Bakar Yang Bumbunya Bisa Meresap Sampai Ke Tulang)
(Baca juga: Antigagal, Tengok Tips Membuat Chicken Nugget Sendiri di Rumah Ini)
"Pada anak atau bayi kurang dari satu tahun, fungsi ginjalnya belum sempurna, sehingga pemberian tambahan garam akan membebani fungsi ginjal," tutur Windhi.
Diabetes
Gula adalah sumber kalori, dan saat asupan kalori ini meningkat, kenaikan berat badan pun akan meningkat.
Sebagian besar buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian memiliki kandungan gula alami yang merupakan pembawa nutrisi, seperti vitamin C, folat, dan vitamin B.
Tapi, menurut American Academy of Pediatric (AAP) bisa jadi masalah diabetes jika kandungan gula lain ditambahkan dalam konsumsi buah dan sayuran alami ini, karena rasa manis juga dapat menimbulkan sifat adiktif, atau kecanduan.
Hipertensi
Garam secara alami terdapat disetiap makanan. Namun anak di bawah usia dua tahun tidak dianjurkan untuk mengonsumsi makanan dengan kandungan garam berlebih.
Institute of Medicine dan WHO mengatakan, mengonsumsi garam harus dibatasi bagi anak usia d ibawah 2 tahun, untuk menghindari CVD (Cardiovascular Deasase) seperti hipertensi (tekanan darah tinggi).
Mengonsumsi banyak garam akan membuat tubuh haus, sehingga kita akan terus minum.
Dengan demikian volume darah akan bertambah karena garam bersifat mengikat air.
Pertambahan volume darah akibat banyaknya kandungan air ini seharusnya akan di buang oleh ginjal melalui air seni.
Tapi karena garam jugalah, air ini akan dipertahankan oleh tubuh akibat sifat garam yang lain yaitu antidiuretik, sehingga menyebabkan ginjal menyerap kembali sebagian besar air yang telah disaringnya sebelum dikeluarkan menjadi air kemih.
Masuknya air dalam jumlah besar ke dalam pembuluh darah menyebabkan volume darah yang ada dalam sistem peredaran darah bertambah.
(Baca juga: 5 Resep Pempek Sedap ini Bisa Dibuat Tanpa Ikan Tenggiri, lo!)
(Baca juga: Sering Banget Salah, Ini Cara Benar Mencairkan Ayam Yang Belum Banyak Diketahui Orang)
Apabila volume darah meningkat otomatis aliran darah juga akan meningkat.
Sedangkan ukuran pembuluh darah tetap. Akibatnya akan terjadi tekanan darah yang berlebih di dinding pembuluh darah yang menjadi sebab utama terjadinya hipertensi.
Fungsi otak terganggu
Jika hipertensi sudah tak terkendali, kekhawatiran lain berdampak pada kerusakan otak, Moms.
Saat tekanan darah tinggi, pembuluh darah pecah dan kondisi itu bisa memengaruhi otak.
Jika tekanan darah terus menerus tinggi, lapisan pembuluh darah pun akan terkikis dan membentuk endapan serta mengurangi pasokan oksigen di pembuluh darah.
Wah mengerikan sekali ya Moms.
Hal ini bisa saja terjadi saat dewasa jika Si Kecil terus menerus terpapar kadar gula dan garam yang berlebih.
Maka, Moms perlu mempertimbangkan dengan baik penggunaan perasa gula garam untuk makanan MPASI Si Kecil. (Fadhila Afifah)
Untuk mendapatkan buku-buku resep pilihan Sedap Saji, kunjungi juga: Kanal Belanja Sajian Sedap
(Baca juga: Sibuk Urus Anak, Porsi Sarapan Sandra Dewi Bikin Netizen Geleng-Geleng Kepala)
(Baca juga: Ibu Menyusui Jangan Konsumsi 4 Makanan ini, Bisa Picu Kolik pada Bayi)
Trik Menghilangkan Henna di Kulit Lebih Cepat, Gosok dengan 1 Bahan di Dapur Ini
Penulis | : | Virny Apriliyanty |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR