SajianSedap.com – Ada beragam makanan trasidional Indonesia, salah satunya adalah bubur. Nah, berikut ini terdapat ulasan mengenai Tinutuan, buburnya orang Manado. Seperti apa cerita di balik kelezatannya? Yuk, kita simak saja langsung ulasannya berikut ini!
Orang di luar Manado menyebutnya “Bubur Manado”, karena memang asalnya dari sana. Walaupun sebagaian orang bilang, asalnya dari Minahasa, Sulawesi Utara. Di kota asalnya, bubur yang banyak sayurannya ini dikenal dengan sebutan “Tinutuan”.
Bubur ini menjadi unik jika dilihat dari kacamatan orang Jawa, karena di Jawa yang disebut bubur pastilah dibuat dari kaldu. Tinutuan malah dibuat tanpa kaldu sama sekali. Bubur yang biasanya polos jika di pulau Jawa, di Manado malah dibanjiri dengan sayuran dan umbi. Menyantapnya bersama ikan asin, bukan suwiran ayam.
Jika disebut sederhana, bubur ini memang sederhana, tapi keunikan dan kesederhanaannya itu justru yang membuat bubur Manado jadi sangat terkenal. Orang Jawa yang biasa menyantap bubur, tanpa sayur, malah merasa bubur ini sangat segar.
Konon bubur ini dahulu sengaja dibuat saat ekonomi masyarakat Manado kurang begitu baik. Membuat nasi, beras tidak cukup, maka dibuatlah menjadi bubur. Tidak ada hewan untuk disembelih, maka dibuatlah kaldu sayuran. Sayuran tentu cukup mudah didapat, tinggal petik di halaman rumah. Nah, bagi yang punya ikan asin, bubur bersayur ini disajikan bersama ikan asin. Yang tidak, cukup sambal sajalah.
Selain sayur-mayur, bubur Manado menjadi kaya isi, karena di dalamnya juga ditambahkan ubi merah, labu kuning, dan jagung manis. Sehingga saat disajikan, bubur ini tampak menarik, karena ada aneka rupa warna. Tidak heran meski sederhana, jadi sangat menggiurkan.
Kini Tinutuan disantap oleh seluruh lapisan masyarakat. Mereka menjadikan bubur ini sebagai hidangan sarapan. Tentu sekarang teman bersantapnya tidak semata sambal dan ikan asin, tapi juga perkedel, cakalang fufu, dan perkedel jagung. Kadang malah juga dilengkapi sup kacang merah.
Uniknya pula, sajian yang dahulu dibuat untuk mengatasi kehidupan yang sulit, sekarang malah sering hadir di pesta-pesta. (SEDAP/ SCI)
FOTO: SEDAP SAJI
KOMENTAR