SajianSedap.com - Melihat nama makanan ini tentu Anda akan mengernyitkan kening.
Pasalnya nama makanan 'memek' berkonotasi sebagai alat kelamin wanita dalam beberapa wilayah.
Tentu bagi Anda yang belum tahu pasti kebingungan.
Padahal makanan satu ini merupakan salah satu makanan khas di Aceh loh.
Memek makanan Aceh ini bahkan memiliki sejarah panjang sejak zaman penjahan.
Lantas bagaimana asal-usul atau sejarah dari memek makanan khas Aceh ini?
Melansir dari laman p2k.stekom.ac.id, memek makanan Aceh ini ternyata punya sejarah khusus.
Memek adalah kudapan khas Pulau Simeulue di Aceh, Indonesia.
Makanan ini mirip bubur dan terbuat dari beras ketan dan pisang.
Memek ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia dalam sidang yang digelar di Hotel Millennium Jakarta pada 13-16 Agustus 2019.
Makanan ini dibuat dengan menggongseng atau menyangrai beras ketan.
Baca Juga: Resep Es Jeruk Buah Bisa Bikin Badan Semangat Kembali Setelah Puasa Seharian
Pisang lalu ditumbuk kasar dan dicampur dengan beras ketan, santan, garam, dan gula.
Proses ini bisa memakan waktu selama satu jam.
Terdapat dua jenis memek, yaitu "memek basah" dan "memek kering".
Memek kering terbuat dari beras gongseng yang dicampur dengan kelapa parut dan gula, sementara memek basah juga dicampur dengan santan.
Walaupun nama makanan ini memiliki konotasi negatif dalam bahasa prokem (slang) Indonesia, nama memek sebenarnya berasal dari kata mamemek dalam bahasa Devayan.
Makanan ini diciptakan pada masa pendudukan Jepang, ketika warga berupaya menyembunyikan beras mereka agar tidak disita oleh pasukan pendudukan.
Mereka memutuskan untuk tidak memasaknya karena asap hasil pembakaran bisa terlihat oleh tentara Jepang.
Beras tersebut dikunyah mentah-mentah dengan buah pisang, dan kunyahan tersebut menghasilkan suara gemeretak yang disebut mamemek.
Setelah Jepang pergi dari Simeulue, nama mamemek berubah menjadi memek karena cara pengolahannya telah diganti.
Baca Juga: 5 Menu Serba Tumisan untuk Berbuka Puasa, Cara Membuatnya Sat Set dan Langsung Tersaji
Penulis | : | Idam Rosyda |
Editor | : | Idam Rosyda |
KOMENTAR