Konon katanya, bentuk buaya dari roti ini tak sembarangan. Bentuk ini merupakan manifestasi dari pemahaman masyarakat Betawi soal siluman buaya.
“Roti buaya adalah simbol lanjut kehidupan,” kata Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra seperti dikutip dari berita Kompas.com.
Menurut Yahya, siluman buaya tersebut dipercaya tinggal di sumber mata air di lingkungan sekitar tempat tinggal masyarakat Betawi.
“Karena si buaya siluman ini menjaga salah satu sumber kehidupan yakni entuk atau sumber mata air,” sambung dia.
Dalam istilah bahasa Betawi lama, kata Yahya, siluman buaya tersebut disebut sebagai ‘aji putih nagaraksa’.
Sumber mata air tersebut biasanya ditumbuhi pepohonan rimbun yang membuat banyak orang beranggapan bahwa tempat itu angker dan dijaga oleh siluman buaya.
Maka dari itu, bentuk buaya kemudian dipilih jadi simbol melanjutkan kehidupan baru dalam prosesi pernikahan.
Sepasang roti buaya diibaratkan sebagai sepasang keluarga baru yang akan meneruskan kehidupan.
Seperti dikutip dari buku “Kuliner Betawi: Selaksa Rasa & Cerita” produksi Akademi Kuliner Indonesia terbitan PT Gramedia Pustaka Utama, disebutkan bahwa sepasang roti buaya melambangkan mempelai pria dan wanita yang akan menikah.
Roti buaya yang berukuran lebih besar melambangkan mempelai pria. Sementara, yang berukuran lebih kecil melambangkan mempelai wanita.
Selain sepasang roti buaya tersebut, ada pula beberapa roti buaya yang sangat kecil. Roti tersebut jadi perlambang bahwa mempelai wanita siap melepas masa lajang dan menjadi istri untuk memberikan keturunan kepada mempelai pria.
Baca Juga: Mengulik Asal-usul Se'i, Kuliner Khas Timor yang Kini Menjamur di Indonesia
Source | : | Kompas |
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR