Bahkan, kini, semua timlo yang dijual di Solo, seluruhnya telah berstatus sebagai makanan halal, karena memakai daging ayam dan telur ayam sebagai bahan utama.
Para pedagang Cina sebagian besar menjualnya dengan menggunakan pikulan dan berkeliling di sekitar wilayah Surakarta.
Sedangkan para pembelinya makan sambil berjongkok, sembari berbincang dengan para pedagang.
Masakan timlo memiliki keunikan karena sanggup bertahan setelah sekian abad dan tetap diminati masyarakat.
Dalam buku Indrukken van een totok yang ditulis oleh Justus van Maurik, disebutkan harga semangkok 'kimlo' hanyalah beberapa sen saja.
Meski kini menjadi salah satu identitas Kota Solo, tapi sejarah perjalanan timlo tak seindah cerita pada jaman sekarang.
Pada zaman kolonial, timlo bahkan dianggap tidak 'layak' dalam sajian makanan khas pembesar Keraton Surakarta.
Timlo juga mengalami 'tekanan' di masa orde baru.
Makanan ini dianggap sebagai makanan khas orang Tionghoa, sementara pada saat itu mayoritas orang Tionghoa kerap mendapat intimidasi dan stereotype jelek.
Timlo Solo merupakan makanan hasil karya masyarakat Tionghoa di Indonesia yang sedikit berbeda dengan masakan nusantara lainnya.
Nah itulah beberapa fakta mengenai Timlo, makanan khas Solo yang kini semakin populer dengan berkembangnya wisata Solo dan rasanya hingga kini tetap lestari.
Baca Juga: Fakta Unik Asal-usul Gudeg Mengapa Jadi Makanan Khas Jogja, Yang Sering Makan Sudah Tahu Belum?
Penulis | : | Idam Rosyda |
Editor | : | Idam Rosyda |
KOMENTAR