Padahal untuk hal ini, kita cukup berpedoman pada ijin edar yang dilegalisasi oleh BPOM sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan pangan di Indonesia.
Selama prodak air minum yang dikemas dalam wadah atau galon plastik itu sudah mendapat ijin edarsecara legal dari BPOM, dan sudah ada logo SNI nya, maka prodak tersebut sudah aman.
Kita tidak perlu lagi dipusingkan oleh isu dari mereka yang menyebarkan dan tak bertanggung jawab.
Kemasan air minum galon berbahan PC yang bisa digunakan ulang atau digunakan kembali, sering diisukan mengandung bahan kimia berbahaya BPA alias adalah bisphenol A.
Padahal sbenarnya BPA ini menurut NHS banyak ditemukan dalam produk-produk rumah tangga.
BPA banyak digunakan dalam pembuatan plastik transparan, kaku, dan dapat digunakan dalam waktu lama. Salah satunya adalah galon air mineral.
Ahli Kimia Makromolekuler dari Pusat Penilitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Ghozali membenaran plastik yang terbuat dari zat ini bisa menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan.
Jika dilihat BPA-nya, memang menurut Ghozali bisa berdampak padat erjadinya disfungsi reproduksi pada wanita, peningkatan infertilitas, gangguan siklus menstruasi, menopause dini, sindrom ovarium polikistik, tumorigenesis endometrium, payudara, dan ovarium.
Sementara pada pria bisa berdampak penurunan jumlah dan kualitas sperma, penurunan libido, disfungsi ereksi, kesulitan ejakulasi ereksi, diabetes mellitus (DM), dan obesitas.
"Intinya gangguan sistem reproduksi dan obesitas. Ada juga yang menyebutkan dapat menyebabkan kanker, (gangguan) sistem saraf, dan jantung," sebut Ghozali.
Walau demikian, ingat, BPA bisa berbahaya pada sebuah kemasan pangan apabila zat BPA masuk ke dalam tubuh manusia.
NHS menyebutkan, BPA dapat bermigrasi dalam jumlah kecil ke dalam makanan dan minuman yang disimpan di dalam bahan yang mengandung zat tersebut.
BPOM sudah mempunyai batasan dan aturan mengenai hal ini untuk melindungi masyarakat Indonesia.
Jadi jika lolos sertifikasi BPOM, artinya migrasinya masih ditoleransi, tidak berdampak buruk pada kesehatan saat ini maupun jangka panjang bagi konsumen.
KOMENTAR