SajianSedap.com - Nasi memang jadi makanan pokok orang Indonesia.
Tapi Anda harus tahu kalau gak semua orang boleh makan nasi, lo.
Ada kondisi tubuh yang sebenarnya mengharuskan kita untuk mengurangi konsumsi nasi putih.
Kenapa ?
Soalnya kalau terus makan nasi, kondisi kesehatannya malah akan memburuk.
Makanya, coba deh cari tahu apakah Anda termasuk orang yang sebenarnya dilarang keras makan nasi putih.
Yuk, simak bersama penjelasannya berikut ini.
1. Penderita Diabetes
Nasi putih tinggi akan karbohidrat dan memiliki indeks glikemik (Glycemic Index/GI) yang tinggi.
Banyak orang meyakini bahwa pasien diabetes tidak boleh mengonsumsi nasi putih karena dianggap memiliki GI yang tinggi.
Adapun GI adalah standar pengukuran seberapa cepat karbohidrat dalam makanan diubah menjadi gula (glukosa) untuk dipakai sebagai energi.
Ukuran ini berupa skala dari 0-100. Gula pasir, misalnya, memiliki angka GI 100 yang artinya karbohidrat dari gula murni sangat cepat diubah oleh tubuh menjadi energi.
Angka GI juga memengaruhi seberapa cepat tubuh memproduksi insulin.
Semakin rendah nilai GI suatu makanan, maka akan semakin kecil pengaruhnya pada peningkatan insulin dan gula darah.
Itu sebabnya kenapa orang-orang yang memiliki diabetes sangat dianjurkan untuk mengonsumsi makanan dengan GI rendah.
Menurut Healthline, sebuah studi di British Medical Journal menemukan bahwa orang-orang yang mengonsumsi nasi putih dalam porsi besar memiliki peningkatan risiko terkena diabetes tipe 2.
Jika Anda telah didiagnosis diabetes, pada umumnya aman untuk mengonsumsi nasi dalam jumlah sedang.
Hanya saja, pastikan Anda mengetahui skor GI dari nasi yang akan Anda makan.
Usahakan untuk mengonsumsi antara 45-60 gram karbohidrat per porsi makan.
Sebagai gambaran, berdasarkan tabel nilai GI dari Harvard Medical School, per 150 gram nasi putih biasa memiliki GI sekitar 72.
Anda tidak perlu berhenti sama sekali memangkas konsumsi nasi putih jika memiliki diabetes, meskipun nasi memang memiliki GI yang lumayan tinggi.
Beberapa jenis beras mempunyai indeks glikemik yang lebih rendah dibanding jenis beras lainnya.
Baca Juga: 5 Ide Resep Bekal Anak Serba Tim, Mulai Dari Nasi Tim Hingga Udang Ada Disini
Sebagai alternatif yang lebih sehat dari nasi putih, Anda bisa menggunakan beras merah (nilai GI 50) atau beras Basmati (nilai GI 63).
Bubur havermut (oatmeal) juga bisa menjadi alternatif karena memiliki GI 55 sehingga termasuk rendah.
Kandungan serat oatmeal yang tinggi juga membantu memperlambat laju penyerapan karbohidrat dalam tubuh.
Hal ini tentu memberi efek yang menguntungkan dalam pengendalian kadar gula darah.
2. Obesitas
Bukan rahasia lagi kalau nasi putih selalu dikaitkan dengan penambahan berat badan.
Itu sebabnya, orang yang sudah memiliki obesitas diharapkan sangat menghindari atau mengurangi konsumsi nasi.
Berdasar data Departemen Pertanian Ameriksa Serikat, satu gelas beras terdapat 242 kalori, 53 gram karbohidrat, dan 4.39 gram protein.
Tak hanya itu, kandungan zat lain, seperti zat besi, fosfor, kalium, tiamin, dan folat, ada di dalamnya.
Artinya, beras yang kerap masyrakat konsumsi hanya memiliki sedikit natrium.
Bahkan, beras sama sekali tidak memilik vitamin C yang akan berdampak tubuh tidak memiliki nutrisi yang cukup.
Baca Juga: Resep Nasi Sambal Goreng Ati, Menu Makan Malam Sedap Dengan Cita Rasa Khas Nusantara
Selain kekurangan nutrisi, nasi juga bisa membuat seseorang bisa merasa kenyang.
Nah, mungkin ini bisa Anda anggap sebagai lelucon.
Tapi nyatanya, tidak selalu rasa kenyang itu baik untuk tubuh.
Justru, tubuh membutuhkan elemen lain, seperti nutrisi dan vitamin.
Tubuh membutuhkan keduanya untuk tetap fit fan bugar.
Idealnya, seseorang perlu memiliki batas sendiri untuk membatasi seberapa besar porsi untuk mengkonsumsi nasi.
Terlalu banyak makan nasi di setiap waktu pun berakibat pada kenaikan berat badan.
Sebab, terjadi penumpukan karbohidrat dalam tubuh.
Parahnya, jika sudah di tahap kritis, nasi mampu meningkatkan kadar gula dan bisa menimbulkan gejala diabetes.
Nasi dan Minyak Kelapa
Konsumsi nasi putih memiliki nutrisi yang lebih sedikit daripada beras merah, telah dikaitkan dengan risiko diabetes.
Baca Juga: 3 Cara Masak Nasi Biar Gak Cepat Basi, Para Ibu Rumah Tangga Wajib Catat Nih
Sebuah studi Harvard University yang diterbitkan dalam British Medical Journal menyimpulkan bahwa risiko ini terjadi terutama di negara-negara Asia.
Hal itu dikarenakan banyak orang Asia yang mengonsumsi nasi setiap harinya.
Untungnya, para ilmuwan menemukan cara untuk membuat nutrisi beras menjadi lebih baik.
Sudhair James, salah satu peneliti di balik metode tersebut, mempresentasikan penelitian pendahuluannya di National Meeting and Exposition of American Chemical Society.
Dia mengatakan, "Yang kami lakukan adalah memasak nasi seperti biasa, tetapi ketika air mendidih, sebelum menambahkan beras kami menambahkan minyak kelapa - sekitar 3 persen dari berat beras yang akan dimasak. Setelah siap, kita biarkan dingin di kulkas selama sekitar 12 jam."
Metode sederhana ini bekerja dengan memanipulasi kimia pati dalam beras, dengan mengubah pati yang dapat dicerna menjadi pati resisten.
Kebanyakan pati cepat dicerna dan diubah menjadi glukosa dalam tubuh.
Setiap kelebihan glukosa yang tidak digunakan biasanya disimpan sebagai lemak yang bisa menjadi penyumbang utama dalam penambahan berat badan dan masalah kesehatan lainnya seperti diabetes dan obesitas.
Sudhair James dari College of Chemical Sciences di Sri Lanka menunjukkan bahwa memasak nasi dengan minyak kelapa dapat mengurangi penyerapan kalori sebesar 10-12 persen dan bahkan bisa sampai 50-60 persen.
Teknik memasak ini telah dipelajari sebelumnya dengan menggunakan kentang, sehingga dapat dipastian bahwa prinsip yang sama juga berlaku untuk beras.
Peneliti belum menguji teori ini pada berbagai macam jenis beras, namun mereka yakin bahwa hal yang sama dapat dilakukan pada pati dan karbohidrat lainnya.
"Kami sebagai ilmuwan percaya bahwa jika kita melakukan proses ini pada varietas terbaik dan jika metode ini akan berhasil, ini bisa jadi terobosan besar, "kata James.
"Kita bisa menurunkan kalori dalam beras sebesar 50 hingga 60 persen."
Penulis | : | Virny Apriliyanty |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR