SajianSedap.com - Indonesia dihebohkan dengan sebuah video pria yang sudah meninggal hidup kembali.
Ya, video ini menyebar di sosial media pada Senin 14 November 2022.
Anda pasti dibuat merinding kalau melihat videonya secara langsung.
Pasalnya, video ini terlihat tidak masuk akal, tapi betul-betul adalah kejadian nyata, lo.
Kejadiannya juga terjadi di Indonesia, tepatnya ada di Bogor.
Tak heran kalau masyarakat akhirnya terus menyebarkan video aneh ini sampai bikin videonya viral.
Ya, awalnya video yang diunggah akun Instagram @infojawabarat.
Dalam video berdurasi pendek itu, tampak sejumlah warga mengelilingi sebuah peti mati berisi tubuh seorang laki-laki yang mengenakan baju dan celana serta sarung tangan berwarna putih.
Terdengar juga suara antar warga yang sedang melakukan percakapan.
"Yang penting ini masih hidup, masih respons, sepatunya buka. Ayo bawa ke rumah sakit," ujar warga dalam video tersebut.
Terlihat kepala laki-laki di dalam peti jenazah tersebut bergerak.
Masih di video yang sama, tampak pria yang awalnya berada di peti jenazah, sudah berada di rumah sakit dan sedang terbaring di tempat tidur.
Belakangan diketahui bahwa laki-laki di dalam peti tersebut merupakan warga asal Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, berinisial US (40).
Kakak US, Saputra membenarkan bahwa adiknya sempat dinyatakan meninggal dunia. Peristiwa itu terjadi pada Jumat (11/11/2022) lalu.
US yang dikabarkan meninggal, sempat dilarikan ke RSUD Kota Bogor untuk dilakukan penanganan.
"Meninggal di Semarang saat ada kegiatan di sana. Ada yang mengabari sakit dan dibawa ke rumah sakit di Jakarta dan di RS Jakarta dikabarkan meninggal," kata Saputra kepada wartawan, Senin (14/11/2022), dikutip dari Tribunnews Bogor.
Kejadian ini, kata Saputra, sempat mengagetkan pihak keluarga.
"Itu saat nyampek dalam rumah sudah dipeti dan saat dikabarkan meninggal karena sakit meskipun saat berangkat itu sehat," tambahnya.
Meski begitu, dirinya tidak bisa menjelaskan lebih lanjut soal kejadian ini.
"Untuk kejadian itu kita belum bisa menjelaskan secara sepenuhnya karena kan memang yang tahu hanya yang bersangkutan. Jadi yang kami terima itu saat peti itu datang kita buka memang masih ada tanda tanda kehidupan," ujar Saputra.
Banyak pertanyaan pun muncul di benak masyarakat.
Apakah ini kasus mati suri?
Atau memang kesalahan tenaga medis dalam menjalankan diagnosa?
Banyak juga warganet yang mengucap syukur karena ketanggapan keluarga atas kondisi US yang ternyata masih bernyawa.
Tak terbayangkan kalau US akhirnya betul dikubur dalam kondisi masih hidup.
Tapi dari semua spekulasi itu, isu mati suri terdengar yang paling masuk akal, ya.
Secara medis, mati suri memang dibenarkah bisa terjadi.
Mati suri bahkan punya sebutan medis yaitu Lazarus syndrome atau sindrom Lazarus.
Melansir WebMD, 26 Juli 2021, sindrom Lazarus atau mati suri adalah kondisi langka, ketika seseorang yang tampaknya sudah mati menunjukkan tanda-tanda kehidupan lagi.
Kondisi tersebut biasanya beberapa menit setelah petugas kesehatan berhenti memberikan Cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu.
Fenomena mati suri baru tercatat pada 1982, ketika pertama kali dijelaskan dalam literatur medis.
Sedangkan mati suri mulai disebut sebagai sindrom Lazarus pada tahun 1993.
Meskipun banyak orang yang mengalami fenomena Lazarus meninggal tak lama setelah "hidup kembali", namun sebuah penelitian menunjukkan bahwa hampir sepertiga orang yang mengalami hal tersebut bisa melanjutkan hidup dengan baik.
Lalu apa penyebab mati suri?
Melansir Healthline, 11 Januari 2021, banyak orang berpikir bahwa kematian terjadi segera setelah jantung berhenti berdetak dan pernapasan berhenti.
Kenyataannya, kematian adalah proses di mana semua organ tubuh yang diperlukan untuk hidup mengalami kegagalan.
Seseorang tidak benar-benar dianggap mati sampai fungsi semua organ tubuhnya, termasuk otak, berhenti secara permanen.
Secara medis, mati suri terjadi karena tenaga kesehatan menyatakan kematian terlalu cepat, biasanya segera setelah CPR dihentikan.
Setelah mengetahui tentang adanya sindrom Lazarus, para peneliti kini menyarankan kepada tenaga kesehatan untuk setidaknya menunggu 10 menit setelah CPR dihentikan sebelum mengumumkan kematian.
Selama 10 menit tersebut, tenaga kesehatan dapat mengawasi tanda-tanda kehidupan dari orang tersebut, seperti napas, batuk, gerakan anggota tubuh, atau kembalinya denyut nadi.
Menarik banget ya ?
Makanya, fenomena mati suri ini sering jadi bahasan menarik di mana-mana.
Apalagi dengan jumlah kejadiannya yang terus bertambah.
Mati suri pun sering dikaitkan dengan hal-hal mistis.
Padahal, bukan cuma di Indonesia saja, tapi mati suri juga sering terjadi di luar negeri, lo.
Pada tahun 2021 lalu misalnya, seorang perempuan bernama Cassandra Scott mengungkapkan pengalamannya merasakan mati suri.
Diberitakan Kompas.com, Sabtu (11/9/2021), Scott ditemukan mengambang tertelungkup di Perairan Pantai Coogee, di Sydney, Australia.
Denyut nadinya sudah tidak ada, namun petugas penyelamat dan dokter unit gawat darurat yang kebetulan ada di lokasi tetap berusaha menghidupkannya kembali.
Ini bukan pengalaman mendekati kematian, karena Cassandra sempat meninggal dunia selama kurang lebih 15 menit.
Jantungnya telah berhenti. "Rasanya sedikit seperti tertidur dan sadar sedang tidur, tetapi tidak sedang bermimpi," kenang Cassandra.
"Seperti tidak sadar secara sadar. Seperti itulah rasanya. Tidak ada cahaya. Tidak panas. Seperti samar-samar — itulah yang saya rasakan," kata dia. Cassandra Scott adalah salah satu dari segelintir orang yang membagikan pengalaman kematian yang mereka ingat.
Ngeri banget ya ?
Gak kebayang kalau hal ini terjadi pada sanak saudara atau diri kita sendiri tentunya.
Makanya, penting banget untuk memastikan betul kalau sanak keluarga yang meninggal memang betul sudah tak bernyawa.
Salah satunya adalah dengan mengetahui yang terjadi pada tubuh jelang detik-detik kematian ini.
Dikutip dari kompas.com , semakin mendekati kematian Mengutip Verywell Health, beberapa hari terakhir menjelang kematian seseorang dapat dengan tiba-tiba menunjukkan energi yang kuat.
Ia ingin bangun dari tempat tidur, berbicara dengan orang yang dicintai atau makan lahap setelah berhari-hari tidak nafsu makan.
Beberapa orang terdekatnya menganggap itu pertanda baik karena kondisi yang sakit akan berangsur sehat.
Namun, ketahuilah bahwa itu adalah tahap umum seseorang yang sakit semakin dekat menuju kematian.
Itu adalah tindakan fisik terakhir orang yang sekarat sebelum menjadi lebih parah.
Gelombang energi biasanya singkat, setelah itu tanda-tanda kematian kembali dalam dalam bentuk yang lebih kuat.
Pernapasan menjadi lebih tidak teratur dan seringkali lebih lambat.
Respirasi cheyne-Stokes dapat terjadi.
Kondisi ini terjadi di mana napas cepat diikuti oleh periode tidak bernapas sama sekali.
Di telapak tangan dan kaki bisa muncul bintik-bintik keunguan atau belang-belang.
Bintik-bintik ini perlahan-lahan bisa naik ke lengan dan kaki.
Bibir dan dasar kuku berwarna kebiruan atau ungu, dan bibir mungkin terkulai.
Orang tersebut biasanya menjadi tidak responsif.
Mereka mungkin memiliki mata terbuka tetapi tidak melihat sekeliling mereka.
Dipercaya secara luas bahwa pendengaran adalah indra terakhir yang berfungsi menjelang kematian.
Jadi, disarankan agar orang yang dicintai meluangkan waktu untuk duduk bersama dan berbicara dengan orang yang tengah sekarat.
Bagian terakhir ini tentu tidak asing lagi bagi banyak orang.
Soalnya, banyak kejadian ketika menjelang kematian seseorang, dokter meminta seluruh anggota keluarganya berkumpul mendampingi.
Hal itu terjadi lantaran walau dalam kondisi sekarat, otak manusia masih terus memproses suara dengan cara yang sama ketika mereka berusia muda atau dalam kondisi sehat.
Penemuan dari sebuah studi baru yang telah dipublikasikan di jurnal Scientific Reports, menunjukkan bahwa kata-kata yang diucapkan kepada orang tercinta yang dalam kondisi tak berdaya menjelang kematiannya, kemungkinan masih terdengar dan justru dapat membuat mereka merasa nyaman untuk mengiringinya pergi menjauh.
Studi Awal Mengungkapnya Penulis penelitian menggunakan electroencephalography (EEG) untuk memantau aktivitas di otak pasien yang tidak sadarkan diri di jam-jam terakhir kehidupan mereka di sebuah rumah sakit di Vancouver, dan membandingkannya dengan EEG dari pasien rumah sakit lain yang masih dalam kondisi sadar, serta yang sehat.
Setiap kelompok memainkan serangkaian nada dalam pola berulang, tetapi sesekali ada nada yang tidak mengikuti pola umum.
Para peneliti sedang mencari sinyal otak tertentu - yang dikenal sebagai sinyal MMN (The mismatch negativity) – respons otak terhadap sesuatu yang asing, P3a dan P3b (positive-going scalp-recorded)- respons otak terhadap sesuatu yang telah terekam.
Dalam laporan penelitian, para peneliti mencatat bahwa sebagian besar pasien yang tidak responsif, menunjukkan bukti tanggapan MMN terhadap perubahan nada, dan beberapa menunjukkan respons P3a atau P3b terhadap perubahan nada atau pola.
Oleh karena itu, sistem pendengaran mereka beberapa jam menjelang kematian dapat memberikan respons serupa dengan sistem kontrol saat berusia muda dan dalam kondisi sehat.
Namun, otak orang-orang yang sekarat ini kemungkinan masih dapat mengenali suara-suara tertentu pada saat-saat sebelum kematian.
Meski demikian, tidak jelas apakah seseorang dalam keadaan ini dapat secara sadar memahami kata atau makna.
Terlepas dari hal tersebut, rekan penulis Romayne Gallagher menegaskan bahwa penelitian ini meyakini fakta, para perawat dan dokter rumah sakit memerhatikan bahwa suara orang yang dicintai membantu menghibur orang ketika mereka sekarat.
“Dan bagi saya, itu menambah makna penting pada hari-hari dan jam-jam terakhir kehidupan dan menunjukkan bahwa hadir secara langsung atau melalui telepon, itu sungguh berarti,” ungkap Gallagher.
“Sangat nyaman ketika bisa mengucapkan selamat tinggal dan mengungkapkan cinta pada orang yang kita cintai dan mereka masih mendengarnya,” imbuhnya.
Kematian pun baru datang saat pernapasan dan jantung berhenti total.
Trik Menghilangkan Henna di Kulit Lebih Cepat, Gosok dengan 1 Bahan di Dapur Ini
Penulis | : | Virny Apriliyanty |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR