2. Perilaku masyrakat Hong Kong
Melansir Lancet Public Health, meskipun masyarakat Hong Kong tidak diwajibkan untuk tinggal di rumah, mereka memilih untuk mengubah perilaku.
Dalam sebuah survei pada Maret 2020, 85 persen responden mengaku menghindari tempat-tempat ramai, dan 99 persen responden menyatakan mengenakan masker.
Perilaku ini dianggap sebagai indikasi kekhawatiran mereka.
Selama wabah SARS pada tahun 2003 yang melanda Hong Kong dan menyebabkan 299 kematian, 79 persen warga negara itu mengenakan masker.
Namun, saat pandemi flu babi pada 2009, hanya 10 persen warga yang mengenakan masker.
Para ilmuwan memperkirakan, jumlah rata-rata orang yang terinfeksi dari pembawa virus tetap berada pada angka 1 selama 8 minggu dari awal Februari.
Hal ini dianggap berkontribusi pada pelambatan epidemi.
Prof Benjamin Cowling dari University of Hong Kong, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan, Hong Kong menunjukkan bagaimana penyakit ini dapat dikendalikan.
"Dengan segera menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat, Hong Kong telah menunjukkan bahwa penularan Covid-19 dapat secara efektif ditahan"
"Tanpa menggunakan lockdown total yang sangat mengganggu, seperti yang terjadi di China, AS, dan negara-negara Eropa Barat," kata Prof. Benjamin.
“Pemerintah lain dapat belajar dari keberhasilan Hong Kong. Jika langkah-langkah dan respons populasi ini dapat dipertahankan,"
"Sambil menghindari stress yang bisa terjadi di kalangan masyarakat umum. Mereka secara substansial dapat mengurangi dampak lokal epidemi Covid-19," lanjut dia.
Source | : | Medan.tribunnews.com |
Penulis | : | Siti Afifah |
Editor | : | Siti Afifah |
KOMENTAR