SajianSedap.com - Jadi garda terdepan melawan wabah corona, sejumlah tenaga medis justru merasakan hal kurang menyenangkan.
Salah satunya APD yang justru semakin minim.
Bahkan sejumlah cara dilakukan para tenaga medis demi merawat pasien virus corona.
Mereka rela menggunakan kantung sampah demi melakukan tugas mulia.
Sebagai garda terdepan melawan Covid-19, kondisi tenaga medis Indonesia malah memprihatinkan.
Terus berkembangnya pandemi corona di Indonesia membuat tenaga medis kewalahan lantaran tidak memadainya peralatan kesehatan.
Bahkan, dikutip TribunMataram.com dari Al Jazeera, tercatat 18 dokter meninggal dunia akibat Covid-19.
Tak pelak, perihal keamanan para tenaga medis ini menjadi dipertanyakan?
Sudahkan negara menjamin keselamatan para tenaga medis yang menjadi garda terdepan?
Gunakan kantung sampah sebagai APD
Salah satu peralatan terpenting dalam menangani pasien corona adalah Alat Pelindung Diri / APD.
Sayangnya, ada kekurangan alat perlindungan diri (APD) bagi tenaga kesehatan.
Artikel berlanjut setelah video berikut ini.
Beberapa laporan yang muncul pun menunjukkan bahwa beberapa dokter dan staf medis lainnya harus memodifikasi APD dengan jas hujan plastik hingga kantung sampah.
Hingga kini, banyak donasi yang dibuka untuk membantu penyediaan APD bagi para staf medis dan diakui sebagai upaya yang sangat membantu.
Mengutip South China Morning Post (SCMP), hal lain yang perlu diperhatikan pada garda terdepan untuk menangani virus corona di Indonesia adalah jumlah tenaga medis.
Ketua Asosiasi Perawat Nasional Indonesia Haris Fadhillah menyebut sejumlah tenaga medis kelelahan.
Hal ini karena harus bekerja terlalu lama akibat kurangnya tenaga terlatih di rumah sakit di Indonesia.
Ia mengatakan, satu orang perawat dapat menangani satu hingga tiga pasien kritis Covid-19, atau hingga delapan pasien yang lebih sehat, selama satu kali shift delapan jam.
"Kurangnya perawat tersebut telah diringankan melalui rekrutmen online yang digagas oleh Asosiasi Perawat Nasional, di mana ada 480 relawan yang mendaftar dalam waktu 24 jam," tutur Haris.
Namun, Indonesia juga mengalami kekurangan tenaga medis lain.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto mengatakan bahwa hanya ada 1.106 spesialis paru di Indonesia.
Padahal, seharusnya ada sekitar 2.600 spesialis untuk negara dengan populasi sekitar 260 juta penduduk ini.
Jadi, ada satu dokter spesialis paru untuk setiap 100.000 penduduk.
Sementara itu, dokter anak di Jakarta Harjaningrum mengungkapkan, ia tidak tahu apakah pemerintah telah melakukan "terlalu banyak" atau "terlalu sedikit" upaya dalam menangani pandemi ini.
Untuk saat ini, ia menaruh kepercayaan pada kekuatan lain di luar pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
"Tentunya Tuhan akan menjaga saya, keluarga saya, dan teman-teman saya yang telah melakukan yang terbaik," kata Harjaningrum sebagimana dikutip SCMP.
Source | : | TribunMataram.com |
Penulis | : | Raka |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR