Jadi Favorit Orang Indonesia, Selain Bikin Gemuk, Gorengan Juga Ternyata Bisa Beresiko Kematian Dini! Waspada
SajianSedap.com - Gorengan menjadi makanan favorit kebanyakan orang Indonesia.
Tak hanya enak, gorengan pun dapat ditemukan di mana saja.
Gorengan juga memiliki berbagai variasi seperti gorengan tempe, tahu, cireng, molen dan lainnya.
Sering menjadi konsumsi banyak orang, ternyata gorengan juga berbahaya lho!
Gorengan biasa orang ketahui dapat menyebabkan gendut dan jerawatan.
Baca Juga: Biasa Dijual Tukang Gorengan, Siapa Sangka Buah Ini Bisa Atasi Hipertensi Sampai Kanker!
Namun, bahaya gorengan ternyata gak main-main lho!
Gorengan ternyata bisa sebabkan penyakit kardiovaskular hingga kematian dini!
Kok bisa? Yuk kita simak faktanya berikut ini.
Bahaya Gorengan
Gorengan yang enak dan gurih ternyata menyimpan bahaya di dalamnya.
Tak hanya sekedar membuat gendut, gorengan juga bisa jadi penyebab kematian dini, lho!
Dikutip dari Tribun Medan, sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal BMJ merinci bagaimana gorengan mempengaruhi kesehatan manusia.
Baca Juga: Dianggap Bisa Picu Kanker, Ternyata Konsumsi Kol Goreng Tidak Berbahaya, Asal..
"Orang-orang tahu makan gorengan mungkin memiliki hasil kesehatan yang merugikan,
tetapi ada sedikit bukti ilmiah untuk menunjukkan apa dampak buruk jangka panjang dari makan gorengan," ungkap Dr Wei Bao, asisten profesor epidemiologi dari University of Iowa dikutip dari Time, Kamis (23/1/2019).
"Secara umum, kami menemukan bahwa konsumsi gorengan dikaitkan dengan kematian secara keseluruhan," imbuh co-author penelitian ini.
Hasil ini didapatkan para peneliti melalui studi longitudinal selama 20 tahun.
Mereka mengamati 107.000 perempuan yang lebih tua dari usia 50 hingga 79 tahun.
Para peserta diminta mengisi sebuah kuesioner terperinci tentang kebiasaan pola makan pada 1990-an. Kesehatan mereka terus diamati oleh peneliti hingga tahun 2017.
Dalam rentang waktu 27 tahun, lebih dari 31.500 peserta meninggal dunia.
Dari pengamatan tersebut, para peneliti menyimpulkan orang yang melaporkan makan setidaknya satu porsi gorengan per hari memiliki risiko 8 persen lebih tinggi mengalami kematian dini.
Para penyuka gorengan itu juga memiliki risiko penyakit kardiovaskular 8 persen lebih tinggi.
Meski begitu, konsumsi gorengan tampaknya tidak sesuai dengan risiko kematian akibat kanker. Padahal, beberapa penelitian sebelumnya sering menghubungkan konsumsi gorengan dengan kanker.
"Kami tahu pola makan penting untuk pencegahan kanker atau penyintas kanker, tetapi tidak semua komponen makanan (tampaknya sama penting)," kata Bao.
Gorengan yang paling berkaitan dengan kematian dini dalam penelitian ini adalah ayam goreng dan ikan goreng dibanding makanan ringan seperti kentang goreng atau keripik.
Perbedaan ini, menurut Bao, mungkin berhubungan dengan cara makanan itu disiapkan. Misalnya, banyak restoran menggunakan kembali minyak ketika memasak makanan.
Menurut Bao, menggunakan kembali minyak bisa meningkatkan produk sampingan berbahaya yang ditransfer ke makanan. Apalagi daging cenderung digoreng lebih lama dibanding makanan ringan.
Baca Juga: Jadi Obat Segala Penyakit, Madu Ternyata Bisa Berbahaya Jika Dicampur Dengan Bahan Ini! Hati-hati
Artikel berlanjut setelah video berikut ini.
Bao menegaskan bahwa penelitiannya merupakan yang pertama melihat bagaimana segala jenis makanan goreng mempengaruhi risiko kematian dari waktu ke waktu.
Meski begitu, Bao menyadari ada pengecuali untuk kasus semacam ini di Spanyol. Dia menyebut, hal ini mungkin karena lebih banyak orang Spanyol menyiapkan makanan mereka di rumah.
Selain itu, orang Spanyol menggunakan minyak goreng yang lebih sehat seperti minyak zaitun.
Bao menyadari bahwa penelitiannya ini memiliki keterbatasan. Salah satunya hanya mengamati kebiasaan diet atau makan para peserta sekali.
Baca Juga: Suka Jajan Tahu Bulat? Waspada! Ini 5 Alasan Bahayanya untuk Tubuh Hingga Bisa Sebabkan Kanker!
Dengan kata lain, ada kemungkinan para peserta mungkin mengubah pola makannya dari waktu ke waktu.
Meski demikian, Bao mengatakan bahwa temuan ini kuat dan mungkin berlaku pada populasi selain wanita dan usia yang lebih tua.
"Saya menduga hubungan itu mungkin serupa di antara wanita lebih muda atau bahkan di antara pria," tegasnya.
Penulis | : | Rafida Ulfa |
Editor | : | Rafida Ulfa |
KOMENTAR