Bertahun-tahun Cuma Bisa Memendam, Mimpi Bocah Penjual Bakpao Untuk Bisa Sekolah Bakal Terwujud
SajianSedap.com - Awalnya bocah penjual bakpao ini cuma bisa bermimpi untuk sekolah.
Hal itu akan segera sirna setelah sebuah lembaga akan mengabulkan mimpi bocah ini.
Nara Kreatif siap menampung bocah penjual bakpao keliling di Kramat Jati, Jakarta Timur.
Nara Kreatif ialah kewirausahaan sosial yang menjawab permasalahan angka putus sekolah melalui bisnis pengelolaan lingkungan.
Nara Kreatif yang terletak di Jalan Bumi Pratama III Blok K RT 6/6, Kramat Jati, Jakarta Timur ini memiliki visi menurunkan angka putus sekolah untuk masyarakat pra sejahtera, melalui sekolah kesetaraan dan keterampilan dasar dengan pemanfaatan sampah.
Manajer sekolah Nara Kreatif Ani Nur Sri Rezeki menuturkan siap menerima Tya Wati (12), bocah penjual bakpao keliling.
Baca Juga: Resep Perut Ayam Tape Enak, Kenikmatan Menu Ini Memang Melegenda
Mengetahui kondisi Tya yang merupakan anak yatim dan memiliki ibu yang bekerja sebagai kuli pungut barang sisa di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Ani memberikan arahan agar Tya datang langsung ke Nara Kreatif.
"Langsung datang saja ya ke Gedung Sekolah Nara di Kampung Dukuh," jelasnya saat dikonfirmasi, Sabtu (4/1/2020).
Usai datang langsung, nantinya Tya akan diberikan pengarahan dari pihak Nara Kreatif.
Sebab, Nara Kreatif juga mengadakan sekolah paket gratis hingga setara Sekolah Menengah Atas (SMA).
"Nanti akan di terangkan lebih jelas ya, makanya lebih baik datang langsung saja untuk special case seperti (Tya) ini," tandasnya
Bermimpi bisa sekolah dan membaca
Bertahun-tahun hanya bisa memendam, Tya memberanikan diri mengungkapkan keinginan bersekolah kepada ibunya.
"Saya bilang mau sekolah," ungkap Tya kepada TribunJakarta.com, Jumat (3/1/2020).
"Ini lagi diurusin KK-nya biar Tya bisa sekolah," sambung Tya.
Tya seperti senang bukan main, keinginannya itu bakal tercapai karena sang ibu dan ayah tirinya sedang mengurus KK di Rangkasbitung.
Artikel Berlanjut Setelah Video Di Bawah Ini :
Mereka pergi sejak Kamis (2/1/2020) bersama adik Tya, Galih yang berusia sembilan tahun.
Sementara di rumah, Tya hanya berdua bersama adik bungsunya.
"Bagusnya ditinggalin kunci rumah. Tapi kita enggak dikasih uang jajan."
"Tapi enggak apa-apa, yang penting KK-nya jadi biar Tya bisa sekolah," sambung.
Normalnya, anak seusia Tya duduk di kelas 6 sekolah dasar dan tahun depan masuk sekolah menengah pertama.
Tapi Tya tak pernah malu di usianya sekarang, asalkan bisa sekolah.
Pantang baginya untuk menyurutkan cita-cita, karena Tya ingin belajar dan pintar.
"Enggak apa-apa saya kelas satu di umur segini. Saya enggak malu, yang penting pintar, bisa ikuti pelajaran," kata Tya polos.
Sebelum bertemu Umi, bos bakpao, Tya sempat menemani ibunya lima hari dalam seminggu berdagang jengkol di Pasar Induk Kramat Jati.
Umi yang melihat Tya, menawarkannya untuk berjualan bakpao.
"Dek, kamu mau enggak jualan bakpao saya?" tanya Umi ke Tya.
"Mau bu. Saya mau," lekas Tya menjawab.
"Nanti saya upahin Rp 20 ribu," balas Umi.
Sejak itulah Tya sering keluar rumah sejak pagi dan pulang malam serta membolos mengaji.
Kini, Tya sudah berdagang bakpao kurang lebih enam bulan.
Sejak pagi hingga jam lima sore, Tya berkeliling menjajakan bakpao milik Umi.
Ia hanya mengambil untung Rp 1 ribu per bakpao.
"Alhamdulillah Rp 30 ribu pasti dapat dari upah jualan bakpao. Lumayan buat jajan," kata dia.
Siang itu, Tya mengajak Deni berjualan bakpao di sekitar Perumahan Bulak Rantai, Kramat Jati, Jakarta Timur.
"Bakpao, bakpao, bakpao," teriak Tya diikuti Deni ke pengendara yang melintas di depannya.
Semakin kencang keduanya berteriak lantaran suasana sekeliling tak begitu ramai.
Setiap pengendara melintas keduanya segera menawarkan bakpao yang mereka jual.
Ketika jalanan sepi dari orang melintas, keduanya menyempatkan diri bermain bersama.
Mereka kembali berteriak ketika melihat pengendara yang lewat.
"Bakpao murah pak, bu," kata mereka menawarkan diri.
Sebelum berjualan bakpao, Tya hanya membantu membersihkan rumah selagi Jas memungut barang sisa di pasar.
Terkadang sejumlah tetangga meminta Tya untuk membelikan sesuatu di warung.
"Saya suka disuruh ke warung atau beli apa sama orang, nanti diupahin. Nah uang itu yang buat jajan," terang Tya.
Sebelum ketahuan ibunya, Tya berdagang bakpao sampai malam sampai bolos mengaji.
"Waktu awal-awal saya enggak bilang sama emak. Lama-lama dia marah karena saya pulang malam terus."
"Akhirnya Umi bilang sama emak kalau saya jualan. Akhirnya enggak diomelin," ungkap Tya.
Namun, Jas tetap memperbolehkan Tya berjualan tapi harus pulang ke rumah paling telat pukul 17.00 WIB.
Jas mengkhawatirkan kondisi Tya, apalagi lingkungan perumahan tempat ia berjualan terbilang sepi.
"Jalanan di sini sepi, banyak culik. Ini zaman gila," ucapan emaknya yang selalu Tya ingat.
"Sekarang Tya bawa bakpaonya enggak banyak, habis enggak habis."
"Yang penting sore sudah pulang, karena malamnya ngaji," jelas Tya.
Pesan sang ibu yang menyuruhnya selalu hati-hati dan tak lagi pulang malam akan selalu Tya ingat.
Sementara belum jelas kapan keinginannya bersekolah terwujud, Tya tetap menuntut ilmu meski bukan di sekolah formal.
Sejak beberapa tahun lalu, Tya memutuskan ikut pengajian rutin di dekat rumahnya, Gang Haji Ali, Kramat Jati.
"Kalau belum bisa sekolah ya enggak apa-apa. Yang penting saya bisa ngaji," katanya.
Lewat pengajian rutin bakda Magrib yang ia hadiri dari Senin sampai Jumat, Tya bisa membaca huruf hijaiyah dan alfabet.
"Dari mengaji kenal banyak teman. Saya diajarin baca juga. Sekarang bisa ngaji, bisa baca juga meski masih dieja," ucapnya.
Source | : | tribunnews |
Penulis | : | Marcel Mariana |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR