Peneliti lain, Sukhbinder Kumar, menunjukkan bahwa misophonia merupakan permasalahan yang terkait dengan saraf.
Kumar dan tim melakukan serangkaian uji coba terhadap 20 orang sukarelawan yang menderita misophonia parah, dan 22 orang yang tidak memiliki gangguan ini.
Kedua kelompok penelitian kemudian diperdengarkan dengan tiga jenis suara: suara netral seperti suara hujan, suara yang mengganggu seperti tangisan bayi, dan suara yang menjadi pemicu bagi misophonia seperti orang mengunyah atau suara napas.
Hasilnya, kedua grup memberikan respons yang sama untuk suara hujan dan suara tangisan bayi.
Akan tetapi, grup misophonia mengalami kenaikan detak jantung dan sensasi tersetrum pada kulit mereka.
Hasil pindai otak menunjukkan penderita misophonia mengalami peningkatan aktivitas di anterior insular cortex (AIC), area yang berperan penting dalam sistem yang menentukan hal apa yang harus menjadi perhatian.
Saat suara pencetus diperdengarkan, bukan hanya terjadi peningkatan aktivitas di bagian ini, tetapi juga muncul konektivitas dalam level yang tidak normal ke bagian-bagian otak lain.
"AIC terhubung ke struktur lain yang berperan dalam mengatur emosi dan memori," Kumar menjelaskan.
Baca Juga : (Video) Resep Membuat Steak Ayam Goreng Teriyaki Paling Enak dan Gampang Dibuat, Persis Bikinan Restoran!
KOMENTAR